BY AHIMSA AFRIZAL · 7 APRIL 2015
Kita tidak punya uang yang tidak terbatas,
gunakan untuk hal yang memberikan makna
Semua orang mencari kebahagiaan.
Kebahagiaan sering dijadikan indikator terbaik untuk mengukur kesejahteraan.
Kita juga tahu bahwa uang bisa memberikan kebahagiaan, walaupun ketika
kebutuhan dasar kita sudah terpenuhi, uang tidak bisa membuat kita lebih
bahagia lagi. Namun, pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah, bagaimana
sih cara mengatur uang, apalagi
kebanyakan dari kita tidak mempunyai uang yang tak terbatas.
Ada asumsi logis yang mengatakan, bahwa
dengan membeli barang-barang akan membuat kita lebih bahagia, karena barang
bisa bertahan lama, tidak seperti nonton konser ataupun traveling yang hanya
sekali dirasakan lalu hanya tinggal kenangan. Tapi tahukah kamu? Riset terbaru
mengatakan sebaliknya lho!
Menurut Dr. Thomas Gilovich, profesor
psikologi di Cornell University, musuh bebuyutan adalah adaptasi. Pernah nggak
kamu merasa bahagia banget ketika beli Smartphone baru, lalu dua bulan kemudian
mulai merasa biasa? Ya, diri kita mulai beradaptasi dengan barang baru, dan
kita mulai merasa biasa.
Jadi, daripada dihabiskan untuk beli
barang, Dr. Gilovich menyarankan agar kita mengalokasikan uang untuk membeli
pengalaman, seperti pergi ke galeri seni, nonton pertunjukan teater, belajar
hal baru, kegiatan outdoor, atau traveling!
Penelitian Dr. Gilovich menyatakan, bahwa
uang memang bisa membeli kebahagiaan, namun hanya pada level tertentu. Ketika
adaptasi mulai berjalan, maka kebahagiaan itu akan berkurang. Penelitian
tersebut juga mengukur tingkat kebahagiaan pengalaman baru, yang justru tetap
dan cenderung meningkat.
Barang-barang materi memang milik kita,
namun dia bukan bagian dari kita. Kenangan dan pengalaman justru menjelma
menjadi bagian dari diri kita pribadi. Contoh : Sehabis kita traveling, kita
akan senang hati menceritakan kepada orang lain, dan dengan bangga
memamerkannya, bahkan ketika pengalaman itu sudah 10 tahun yang lalu.
Pengalaman menjelma menjadi diri kita sendiri. Kita saat ini adalah gabungan
dari pengalaman-pengalaman kita di masa lampau.
Bahkan apabila kita punya pengalaman buruk
di masa lampau. Ketika menceritakan hal itu sekarang, bayangan pengalaman buruk
itu akan berkurang. Kebodohan masa lalu bisa menjadi cerita unik dan lucu saat
ini.
boston.com
Pengalaman yang kita bagi bersama orang
lain juga lebih mempererat hubungan kita dengan orang lain, dibandingkan
membeli barang yang digunakan bersama-sama. Kita lebih merasa dekat dengan
teman yang kita ajak jalan-jalan ke Bromo, misal, daripada teman yang urunan
untuk beli TV dan ditonton bersama.
“Kita secara langsung merasakan pengalaman
dengan orang lain, dan setelah pengalaman itu pergi, masih ada bagian
pengalaman yang bisa kita ceritakan”, kata Dr. Gilovich.
Bahkan ketika kita tidak merasakan
pengalaman itu bersamaan, kita akan merasakan ikatan yag lebih kuat dengan orang-orang yang pernah
merasakan pengalaman yang sama. Misalkan ketika kita bertemu dengan orang yang
sama-sama pernah snorkeling di Gili Labak, akan lebih terasa dekat dibandingkan
apabila kita sama-sama punya Ipad keluaran terbaru.
Suka membanding-bandingkan barang dengan
orang lain? Selain merupakan hal yang tidak baik, membandingkan barang hanya
akan membuat kita kurang bahagia. Pengalaman yang sama, menurut penelitian
lebih sedikit dibandingkan daripada barang. Karena pengalaman lebih sulit
dibandngkan daripada barang.
Memang jika ada yang pamer ketika
traveling, dan tinggal di hotel yang lebih bagus, akan mengganggu kita juga.
Tapi kecemburuan itu tidak lebih besar dibandingkan dengan apabila kita
membicarakan barang