Ini adalah kisah nyata yang dialami oleh
salah satu motivator Indonesia, Jamil Azzaini
HARI itu, saya menggunakan jasa taxi, Blue
Bird. Begitu saya naik taxi sang driver menyapa dengan kata-kata yang lembut
dan bahasa tubuh yang mengesankan.
Semakin saya ajak ngobrol, saya semakin
“jatuh cinta” dengan driver itu. Dalam hati saya bergumam, “Pasti ada sesuatu
di dalam diri driver ini sehingga pribadinya begitu mempesona. Saya ingin
banyak belajar dengan driver ini.”
Agar punya kesempatan yang lebih luas untuk
ngobrol, driver ini saya ajak makan siang di salah satu restoran kesukaan saya
di Bogor. Awalnya dia menolak, tetapi setelah saya “paksa” akhirnya ia bersedia
menemani saya.
Ketika saya tanya mau pesan apa, dia
menjawab, “Terserah bapak.” Driver itu saya pesankan menu sama persis dengan
pesanan saya: Sate kambing tanpa lemak dan sop kambing, masing-masing satu
mangkok.
Sebelum makan saya bertanya, “Tinggal
dimana?” Dia menjawab, “Balaraja Tangerang.”
“Berapa jam perjalanan ke pool?” sambung
saya.
Diapun menjawab, “Empat jam.” Saya
terkejut, “Hah! Empat jam? Pergi pulang delapan jam. Kenapa gak nginep saja di
pool?” Dia segera menjawab, “Saya harus menjaga ibu saya.”
“Menjaga ibu?” batinku. Bagaimana mungkin
menjaga ibu, sampai rumah jam 23.30 berangkat kerja jam 03.30 dini hari?
Untuk mengurangi rasa penasaran, kemudian
saya bertanya lagi, “Bukannya sampai rumah ibu sudah tidur, berangkat ibu belum
bangun?”
Dengan agak terbata dia menjawab, “Setiap
saya berangkat ibu sudah bangun. Saya hanya ingin mencium tangan ibu setiap
pagi sebelum berangkat kerja, sambil berdoa semoga saya bisa membahagiakan
ibu.”
Jawaban itu menusuk sanubariku, hanya
sekedar mencium tangan ibu dan mendoakannya ia rela menempuh perjalanan delapan
jam setiap hari.
Sayapun ke belakang sejenak menghapus air
mata yang mengalir di pipi.
Kemudian saya bertanya lagi, “Apa yang kamu
lakukan untuk membahagiakan ibu?”
Dengan lembut ia menjawab, “Saya sudah
daftarkan umroh di kantor.”
“Maksudnya?” seru saya. Ia menjawab, “Kalau
saya berprestasi dan tidak pernah mangkir kerja, saya berpeluang mendapat
hadiah umroh dari kantor. Bila saya menang, hadiah umroh itu akan saya berikan
kepada ibu tercinta.”
Mendengar jawaban itu saya menarik napas
panjang. Dengan nada agak bergetar ia melanjutkan, “Setiap hari saya pulang
agar bisa mencium tangan ibu dan mendoakannya agar ia bisa pergi umroh. Saya
benar-benar ingin membahagiakan ibu saya.” Mendengar jawaban itu, haru dan malu
bercampur menjadi satu. Air matapun mengalir deras di pipiku.
Malu karena pengorbananku untuk ibuku kalah
jauh dengan driver taxi ini.
Bila selama ini saya yang membuat peserta
training berkaca-kaca. Hari ini Asep Setiawan, driver taxi itu, yang membuatku
menangis tersedu. Dia telah menjadi trainer dalam kehidupanku.
Ya, Asep Setiawan telah menjadi trainerku…
bukan melalui kata-katanya tetapi melalui tindakannya.
Buat rekan rekan yg belum berkirim kabar
buat Ibu atau sekedar telepon masak apa hari ini dan basa basi ringan.
Segeralah telp atau sms beliau. Semoga ada
keberkahan dan keridhaan dari Ibu kita tercinta.
Bagi yang bundanya telah kembali menghadap
Sang Kholik. Berhentilah sejenak dan luangkan untuk memanjat kan doa untuk nya
saat ini atau saat beribadah nanti.
*sebuah contoh keteladanan yang luar biasa* Ini adalah kisah nyata yang dialami oleh
salah satu motivator Indonesia, Jamil Azzaini
HARI itu, saya menggunakan jasa taxi, Blue
Bird. Begitu saya naik taxi sang driver menyapa dengan kata-kata yang lembut
dan bahasa tubuh yang mengesankan.
Semakin saya ajak ngobrol, saya semakin
“jatuh cinta” dengan driver itu. Dalam hati saya bergumam, “Pasti ada sesuatu
di dalam diri driver ini sehingga pribadinya begitu mempesona. Saya ingin
banyak belajar dengan driver ini.”
Agar punya kesempatan yang lebih luas untuk
ngobrol, driver ini saya ajak makan siang di salah satu restoran kesukaan saya
di Bogor. Awalnya dia menolak, tetapi setelah saya “paksa” akhirnya ia bersedia
menemani saya.
Ketika saya tanya mau pesan apa, dia
menjawab, “Terserah bapak.” Driver itu saya pesankan menu sama persis dengan
pesanan saya: Sate kambing tanpa lemak dan sop kambing, masing-masing satu
mangkok.
Sebelum makan saya bertanya, “Tinggal
dimana?” Dia menjawab, “Balaraja Tangerang.”
“Berapa jam perjalanan ke pool?” sambung
saya.
Diapun menjawab, “Empat jam.” Saya
terkejut, “Hah! Empat jam? Pergi pulang delapan jam. Kenapa gak nginep saja di
pool?” Dia segera menjawab, “Saya harus menjaga ibu saya.”
“Menjaga ibu?” batinku. Bagaimana mungkin
menjaga ibu, sampai rumah jam 23.30 berangkat kerja jam 03.30 dini hari?
Untuk mengurangi rasa penasaran, kemudian
saya bertanya lagi, “Bukannya sampai rumah ibu sudah tidur, berangkat ibu belum
bangun?”
Dengan agak terbata dia menjawab, “Setiap
saya berangkat ibu sudah bangun. Saya hanya ingin mencium tangan ibu setiap
pagi sebelum berangkat kerja, sambil berdoa semoga saya bisa membahagiakan
ibu.”
Jawaban itu menusuk sanubariku, hanya
sekedar mencium tangan ibu dan mendoakannya ia rela menempuh perjalanan delapan
jam setiap hari.
Sayapun ke belakang sejenak menghapus air
mata yang mengalir di pipi.
Kemudian saya bertanya lagi, “Apa yang kamu
lakukan untuk membahagiakan ibu?”
Dengan lembut ia menjawab, “Saya sudah
daftarkan umroh di kantor.”
“Maksudnya?” seru saya. Ia menjawab, “Kalau
saya berprestasi dan tidak pernah mangkir kerja, saya berpeluang mendapat
hadiah umroh dari kantor. Bila saya menang, hadiah umroh itu akan saya berikan
kepada ibu tercinta.”
Mendengar jawaban itu saya menarik napas
panjang. Dengan nada agak bergetar ia melanjutkan, “Setiap hari saya pulang
agar bisa mencium tangan ibu dan mendoakannya agar ia bisa pergi umroh. Saya
benar-benar ingin membahagiakan ibu saya.” Mendengar jawaban itu, haru dan malu
bercampur menjadi satu. Air matapun mengalir deras di pipiku.
Malu karena pengorbananku untuk ibuku kalah
jauh dengan driver taxi ini.
Bila selama ini saya yang membuat peserta
training berkaca-kaca. Hari ini Asep Setiawan, driver taxi itu, yang membuatku
menangis tersedu. Dia telah menjadi trainer dalam kehidupanku.
Ya, Asep Setiawan telah menjadi trainerku…
bukan melalui kata-katanya tetapi melalui tindakannya.
Buat rekan rekan yg belum berkirim kabar
buat Ibu atau sekedar telepon masak apa hari ini dan basa basi ringan.
Segeralah telp atau sms beliau. Semoga ada
keberkahan dan keridhaan dari Ibu kita tercinta.
Bagi yang bundanya telah kembali menghadap
Sang Kholik. Berhentilah sejenak dan luangkan untuk memanjat kan doa untuk nya
saat ini atau saat beribadah nanti.
*sebuah contoh keteladanan yang luar biasa*