Berpuluh kali membaca postingan ini, tidak
akan bosan. Subhanallah...
Pagi-pagi sekali, Sarah mengetuk pintu
rumah ibunya. Ia menggendong anaknya dan membawa satu tas besar di tangan
kanannya.
Dari matanya yang sembab dan merah, ibunya
sudah tahu kalau Sarah
pasti habis bertengkar lagi dengan
suaminya.
Meski heran, karena biasanya Sarah hanya
sebatas menelpon sambil menangis jika bertengkar dengan suaminya. Ayah Sarah
yang juga keheranan, segera menghampiri Sarah dan menanyakan masalahnya.
Sarah mulai menceritakan awal
pertengkarannya dengan suaminya tadi malam.
Sarah kecewa karena suaminya telah
membohongi Sarah selama ini.
Sarah menemukan buku rekening suaminya
terjatuh didalam mobil.
Sarah baru tahu, kalau suaminya selalu
menarik sejumlah uang setiap bulan, di tanggal yang sama.
Sementara Sarah tahu, uang yang Sarah terima
pun sejumlah uang yang sama.
Berarti sudah 1 tahun lebih, suaminya
membagi uangnya, setengah untuk Sarah, setengah untuk yang lain. Jangan-jangan
ada wanita lain??
Ayah Sarah hanya menghela nafas, wajah
bijaksananya tidak menampakkan rasa kaget atau pun marah.
"Sarah...,
»
Yang pertama, langkahmu datang ke rumah ayah sudah dilaknat Allah dan para
MalaikatNya',
karena
meninggalkan rumah tanpa seizin suamimu"
Kalimat ayah sontak membuat Sarah
kebingungan.
Sarah mengira ia akan mendapat dukungan dari
ayahnya.
»
"Yang kedua, mengenai uang suamimu, kamu tidak berhak
mengetahuinya.
Hakmu
hanyalah uang yang diberikan suamimu ke tanganmu.
Itu
pun untuk kebutuhan rumah tangga.
Jika kamu membelanjakan uang itu tanpa izin
suamimu, meskipun itu untuk sedekah, itu tak boleh".
Lanjut ayahnya.
"Sarah.., suamimu menelpon ayah dan
mengatakan bahwa sebenarnya uang itu memang diberikan setiap bulan untuk
seorang wanita.
Suamimu tidak menceritakannya padamu,
karena kamu tidak suka wanita itu sejak lama.
Kamu sudah mengenalnya, dan kamu merasa
setelah menikah dengan suamimu, maka hanya kamulah wanita yang
memilikinya".
"Suamimu meminta maaf kepada ayah
karena ia hanya berusaha menghindari pertengkaran denganmu.
Ayah mengerti karena ayah pun sudah
mengenal watakmu" mata ayah mulai berkaca-kaca.
"Sarah...,
kamu
harus tahu, setelah kamu menikah maka yang wajib kamu taati adalah suamimu.
Jika
suamimu ridho pdmu,
maka
Allah pun Ridho.
Sedangkan
suamimu, ia wajib taat kepada ibunya.
Begitulah Allah mengatur laki-laki untuk
taat kepada ibunya.
Jangan sampai kamu menjadi
penghalang bakti suamimu kepada
ibundanya".
"Suamimu,
dan harta suamimu adalah milik ibu nya".
Ayah mengatakan itu dengan tangis. Air
matanya semakin banyak membasahi pipinya.
Seorang ibu melahirkan anaknya dengan susah
payah dan kesakitan.
• Kemudian ia membesarkannya hingga dewasa
hingga anak laki-lakinya menikah, ia melepasnya begitu saja.
• Kemudian anak laki-laki itu akan sibuk
dengan kehidupan barunya.
• Bekerja untuk keluarga barunya.
• Mengerahkan seluruh hidupnya untuk istri
dan anak-anaknya.
• Anak laki-laki itu hanya menyisakan
sedikit waktu untuk sesekali berjumpa dengan ibunya. sebulan sekali, atau
bahkan hanya1 tahun sekali.
"Kamu yang sejak awal menikah tidak
suka dengan ibu mertuamu.
Kenapa?
Karena rumahnya kecil dan sempit? Sehingga
kamu merajuk kepada
suamimu bahwa kamu tidak bisa tidur disana.
Anak-anakmu pun tidak akan betah disana.
Sarah.., mendengar ini ayah sakit
sekali".
"Lalu, jika kamu saja merasa tidak
nyaman tidur di sana.
Bagaimana dengan ibu mertuamu yang
dibiarkan saja untuk tinggal disana?"
"Uang
itu diberikan untuk ibunya. Suamimu
ingin ayahnya berhenti berkeliling menjual gorengan.
Dari uang itu ibu suamimu hanya memakainya
secukupnya saja, selebihnya secara rutin dibagikan ke anak-anak yatim dan
orang-orang tidak mampu di kampungnya. Bahkan masih cukup untuk menggaji
seorang guru ngaji di kampung itu" lanjut ayah.
Sarah membatin dalam hatinya, uang yang
diberikan suaminya sering dikeluhkannya kurang. Karena Sarah butuh banyak
pakaian untuk mengantar jemput anak sekolah.
Sarah juga sangat menjaga
penampilannya untuk merawat wajah dan
tubuhnya di spa.
Berjalan-jalan setiap minggu di mall. Juga
berkumpul sesekali dengan teman-temannya di restoran.
Sarah menyesali sikapnya yang tak ingin
dekat-dekat dengan mertuanya yang hanya seorang tukang gorengan.
Tukang gorengan yang berhasil :
• Menjadikan suaminya seorang sarjana,
• mendapatkan pekerjaan yang di
idam-idamkan banyak orang.
• Berhasil mandiri, hingga Sarah bisa menempati
rumah yang nyaman dan mobil yang bisa ia gunakan setiap hari.
"Ayaaah, maafkan Sarah", tangis
sarah meledak.
Ibunda Sarah yang sejak tadi duduk di
samping Sarah segera memeluk Sarah.
"Sarah...
•
kembalilah ke rumah suamimu.
Ia
orang baik nak...
•
Bantulah suamimu berbakti kepada orang tuanya.
•
Bantu suamimu menggapai surganya, dan dengan sendirinya, ketaatanmu kepada
suamimu bisa menghantarkanmu ke surga".
Ibunda sarah membisikkan kalimat itu ke
telinga Sarah.
Sarah hanya menjawabnya dengan anggukan, ia
menahan tangisnya.
Bathinnya sakit, menyesali sikapnya.
Sarahpun pulang menghadap suaminya dan
sambil menangis memohon maaf kpd suaminya atas prasangka yg salah selama ini.
Di lain hari, sarahpun mengikiti suaminya
bersilaturahmi kpd ibu kandung suaminya alias mertua dirinya.
Suaminya meneteskan air mata menatap
istrinya yg di tangan istrinya tertenteng 4 liter minyak goreng untuk
mertuanya.
Tetesan air mata suami bukan masalah jumlah
liternya
tapi karena perubahan istrinya yg senang
dan nampak ihlas hendak datang kpd orang tuanya alias mertua istrinya.
Seterusnya Sarah berjanji dalam hatinya,
untuk menjadi istri yang taat pada suaminya.
Sesekali waktu, Sarah bukan mengajak
suaminya ke Mall tapi minta anjangsana ke rumah mertuanya dan juga orang
tuanya.
Subhanallah....
Kirimkan Kisah ini ke semua sahabat Anda,
siapa tahu ada orang yang mau mencoba dan mengambil manfaat dari kisah ini,
sehingga anda pun akan mendapatkan pahala.
Insya Allah...
Semoga para istri tetap mendukung suaminya
tuk berbakti pada ibunya.
Semog
Alloh meridhoi kita aamiin
[2/21, 4:19 AM] +62 812-2078-053: Hutang
Kita Banyak pada anak-anak
Tidak jarang, kita memarahi mereka saat
kita lelah.
Kita membentak mereka padahal mereka belum
benar-benar paham kesalahan yang mereka lakukan.
Kita membuat mereka menangis karena kita
ingin lebih dimengerti dan didengarkan.
Tetapi,
seburuk apapun kita memperlakukan mereka,
segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak
mereka...
Mereka akan tetap mendatangi kita dengan
senyum kecilnya.
Menghibur kita dengan tawa kecilnya,
Menggenggam tangan kita dengan tangan
kecilnya,
Seolah semuanya baik-baik saja,
seolah tak pernah terjadi apa-apa
sebelumnya.
Mereka selalu punya banyak cinta untuk
kita,
meski seringkali kita tak membalas cinta
mereka dengan cukup.
Kita bilang kita bekerja keras demi
kebahagiaan mereka,
tetapi kenyataannya merekalah yang justru
membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita.
Kita merasa bahwa kita bisa menghibur
kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecil mereka,
tetapi,
Sebenarnya kitalah yang selalu mereka
bahagiakan.
Merekalah yang selalu berhasil membuang
kesedihan kita,
melapangkan kepenatan kita, menghapus air
mata kita.
Kita berhutang banyak pada anak-anak kita.
Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita
miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap dan bermain dengan
mereka?
Dari waktu hidup kita bersama mereka,
seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di
hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?
Tentang anak-anak,
Sesungguhnya merekalah yang selalu
"lebih dewasa" dan "bijaksana" daripada kita.
Merekalah yang selalu mengajari dan
membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya.
Seburuk apapun kita sebagai orangtua,
mereka selalu siap kapan saja untuk menjadi anak-anak terbaik yang pernah kita
punya.
Kita selalu berhutang kepada anak-anak
kita.
Anak-anak yang setiap hari menjadi korban
dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi.
Anak-anak yang terbakar residu
ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa.
Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari
nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri.
Anak-anak yang barangkali masa depannya
terkorbankan gara-gara kita tak bisa merancang masa depan kita sendiri.
Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap
memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba membuat kita bahagia.
Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata
mereka dengan kasih sayang & penyesalan, katakan kepada mereka:
"Maafkan untuk hutang-hutang yang
belum terbayarkan"
Maafkan jika semua hutang ini telah membuat
Allah tak berkenan.
Maafkan karena hanya pemaafan dan
kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup ayah dan ibu lebih baik dari
sebelumnya.
Iya, lebih baik dari sebelumnya.
Selamat memeluk anak-anak kita.