Kamis, 01 Mei 2014

[Diary] Tragedi di Awal Kedatanganku

Bismillah…
Apa kabar, kawan-kawan? Semoga selalu sehat yaaaaa J
Mau sedikit cerita nih.
Sebagai “bule” di negara asing tentunya terasa menyenangkan. Sebenarnya, tak sepenuhnya seperti itu. Sebagai bule, kita memang diperlakukan istimewa, namun terkadang diacuhkan karna dianggap tidak tahu apa-apa, contoh seringnya adalah dianggap tidak mengerti Bahasa mereka. Dari mulai perilaku kikuk sampai memalukan tak dapat dipungkiri adanya, terus saja terjadi disaat yang tak terduga-duga. Namun, prinsip “Bule tak pernah salah”, yang aku beserta kedua temanku aplikasikan semenjak kedatangan kami di negeri dua benua (Turki) ini, bisa dikatakan 89,99% manjur. Ya, seperti yang telah kukatakan sebelumnya, bule memang tak pernah salah, namun hobinya mempermalukan diri sendiri.

Sedotan (Indonesian), Straw (English), Pipet (Turkish)

Pikiranku melayang menuju awal kedatangan ke Turki. Berselang kira-kira 2 sampai 3 bulan setelah menetap di Turki ini, membuatku yang sudah terdaftar kedalam kelas Persiapan Bahasa (Bahasa Turki) atau yang biasa disebut TOMER ini sedikit banyak mengerti Bahasa Turki. Suatu hari selepas TOMER, aku beserta kedua temanku melesat menuju pusat kota Ankara dan berencana untuk mengisi perut yang sudah berdendang riuh rendah ini dengan makanan lezat khas Arab yang menjadi favorit kami semenjak kami di Turki. Dari pesanan seluruh pessanan kami, ada keganjilan yang aku sadari. Kami diberi minuman dingin tanpa sedotan. Alih-alih aku beranjak dari kursiku untuk menemui pelayan maupun chefnya. Namun sesampainya aku dihadapan mereka, aku terdiam membisu. Bingung, apa yang harus kukatakan, aku sama sekali tidak mengetahui apa Bahasa Turki nya sedotan. Bagai bidak catur yang sudah terlanjur skak mat, aku mengangkat kedua lengan tanganku, menaikkannya sejajar dengan wajahku. Tanpa pikir panjang, tanganku melambai-lambai bagai memegang gelas, dan memonyongkan bibir sambil menghirup-hirup dengan harapan mereka mengerti bahwa yang aku maksudkan adalah sedotan. Iya, inilah satu-satunya jalan terakhir yang bisa dikatakan paling ampuh, body language. Tak dapat lagi kubayangkan bagaimana malunya diriku. Aku sudah mengatakan, “Yang buat minum itu apa?”, tetap saja pelayan dan chef di restoran kecil itu tidak memahami maksudku, dengan penuh rasa penasaran berkata,
“Ayo sebutkan, kamu mau apa?”, ujarnya sedikit tidak bersabar.
Handphone? Sayangnya, aku meletakkan handphoneku bersama kedua temanku itu. Mana sempat aku ambil handphone hanya untuk mengecek apa Bahasa Turki dari sedotan. Beberapa detik keheningan menyelimuti restoran kecil atau yang biasa disebut lokanta itu. Entah darimana muncul, bapak chef tersebut mendapatkan ilham atas apa yang aku inginkan. Tepat sekali, ia menunjuk kea rah sedotan yang rapi tersembunyi disimpan dibawah meja-meja. Jelas saja aku tak melihat sedikitpun potongan keberadaan sedotan tersebut. Dengan penuh keramahan ia meminta ku untuk mendekat,
“Bunun adi pipet. Tamam? Pi….pet. Unutma.1”, ujarnya sembari menegaskan berkali-kali.
Tepat setelah hari itu, aku tak pernah lupa apa bahasa Turki nya sedotan…. J

Note:
1 Namanya adalah sedotan. Mengerti? Se…do…tan. Jangan lupa

Terima Kasih. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembacanya.
Kritik dan saran bisa dilampirkan J
Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan, karena tujuan saya hanya ingin sharing pengalaman.