Rabu, 25 Juni 2014

Renungan (Masalah)

Di Afrika, teknik/cara berburu monyet begitu unik. Memungkinkan si pemburu menangkap monyet dalam keadaan hidup2 tanpa cedera sedikitpun.

Cara menangkapnya sederhana saja, pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang & sempit. Toples itu diisi kacang yg telah diberi aroma. Tujuannya untuk mengundang monyet2 datang.

Setelah diisi kacang, toples2 itu ditanam dalam tanah dgn menyisakan mulut toples dibiarkan terbuka tanpa tutup.

Para pemburu melakukannya di sore hari. Besoknya, mereka tinggal meringkus monyet2 yg tangannya terjebak di dalam botol tak bisa dikeluarkan.

Kok, bisa?

Monyet2 itu tertarik pd aroma yg keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang2 yg ada di dalam toples.

Tapi krn menggenggam kacang, monyet2 itu tidak bisa menarik keluar tangannya.

Selama mempertahankan kacang2 itu, selama itu pula mereka terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat.

Jadi, monyet2 itu tdk akan dpt pergi ke mana2.

Mungkin kita akan tertawa melihat tingkah bodoh monyet2 itu.

Tapi, tanpa sadar sebenamya kita mungkin sdg menertawakan diri sendiri.

Ya, kadang kita bersikap seperti monyet2 itu.

Kita mengenggam erat setiap permasalahan yg kita miliki layaknya monyet mengenggam kacang di dalam toples.

Kita sering menyimpan dendam, tak mudah memberi maaf, tak mudah mengampuni. Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada.

Kita tak pernah bisa melepasnya?

Bahkan, kita bertindak begitu bodoh, membawa 'toples2' itu kemana pun kita pergi.

Dgn beban berat itu, kita berusaha untuk terus berjalan.

Tanpa sadar, kita sebenarya sdg terperangkap penyakit kepahitan yg parah?

Sebenarnya monyet2 itu bisa selamat jika mau membuka genggaman tangannya, dan kita pun akan selamat dari sakit hati jika sebelum matahari terbenam kita mau melepas semua perasaan negatif terhadap siapapun.